Sabtu, 12 Desember 2009

Heryawan Minta Mahasiswa Pelopor Pembangunan

Bandung, Pelita
Mahasiswa diminta aktif mendukung pembangunan di Jawa Barat, hal itu dapat dilakukan melalui pendekatan kepada masyarakat untuk mendorong partisipasi mereka dalam pembangunan.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan saat memberikan pembekalan kepada mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Padjajaran di Gedung Olahraga C-Tra Arena Cikutra, Kota Bandung, Selasa (30/6).
Mahasiswa, menurut Heryawan, memiliki peran strategis sebagai bagian masyarakat yang tingkat pendidikan dan intelektual nya tinggi.
Melalui KKN, diharapkan para mahasiswa mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam mendukung pembangunan Jawa Barat (Jabar). Diantaranya melalui pendekatan penyuluhan, diskusi, dan pelatihan, ujar Heryawan.
Heryawan juga minta agar mahasiswa melalui kegiatan KKN dapat mendukung program Pemprov Jabar yang akan menggulirkan program Desa Peradaban. Rencananya pada tahun 2010 akan dibangun sekitar 100 Desa Peradaban yang akan menjadi percontohan ideal sebuah desa maju di wilayah Jabar. Tahap awal akan diseleksi sejumlah desa, khususnya yang berada di wilayah perbatasan antara Jabar dengan Provinsi Jateng, DKI Jakarta dan Banten.
Ada tujuh syarat untuk membangun sebuah Desa Peradaban yakni komunitas yang cukup, tersedianya sarana ibadah, sarana pendidikan, pasar rakyat, ruang terbuka, puskesmas dan balai pertemuan.
Ini syarat ideal yang nanti akan dikembangkan, dan untuk itu akan dibangun percontohan desa peradaban, tandas Heryawan. Nantinya tiap desa akan diberikan dana Rp1 miliar sebagai stimulus menjadi desa peradaban.
Sementara Rektor Unpad Ganjar Kurnia menyatakan KKN mahasiswa akan berlangsung selama satu bulan tujuh hari dimulai pada tanggal 13 Juli 2009 mendatang. Tema KKN kali ini adalah Belajar Bersama Masyarakat yang merupakan implementasi dari pesan moral Pola Ilmiah Pokok Unpad yakni Bina Mulya Hukum dan Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Nasional.
Dalam laporannya, Ganjar menjelaskan bahwa KKN kali ini diikuti sebanyak 3278 orang yang terdiri dari 1313 laki-laki dan 1965 perempuan. Adapun lokasi KKN menyebar di tujuh kabupaten (Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Sukabumi, Sumedang dan Bandung).
Dari ketujuh kabupaten itu terdiri dari 22 kecamatan 116 desa. Sebagian besar lokasi KKN dilaksanakan di wilayah Jabar bagian selatan. Untuk itu, program yang akan dilaksanakan pada KKN akan menyesuaikan dengan potensi kewilayahan Jabar bagian selatan.
Unpad, menurut Ganjar, menyediakan dana sebesar Rp500 juta guna mendukung pelaksanaan program KKN ini. Dana tersebut akan digunakan untuk 12 kegiatan pertanian di 27 desa, delapan kegiatan pengolahan hasil pertanian di 16 desa.
Sementara ada enam kegiatan peternakan di 12 desa. Selanjutnya delapan kegiatan perikanan dan pengolahan hasil perikanan di 16 desa serta 13 kegiatan peningkatan kinerja aparat dan kewirausahaan di 25 desa. (ck-03)

Tesis Huntington dan Infiltrasi Peradaban

Robi Nurhadi
Dosen FISIP Universitas Nasional
/Kandidat PhD Pada Program Studi Strategi dan Hubungan Internasional UKM Malaysia
Spesialisasi pada Penanganan Teroris internasional

Bila saja Samuel P. Huntington mau jujur, maka mestinya ia kembali menulis. Menulis, untuk kemudian merefresh akan apa yang pernah menjadi tesisnya. Prediksi tentang akan terjadinya benturan peradaban, nyatanya tidak terjadi. Paling tidak, hingga kini. Tesis yang dibuat tanpa ukuran waktu dalam proyeksinya itu, selain unpredictable, juga tidak realiable.

Paling tidak, buktinya adalah apa yang kita saksikan saat ini. Tren yang muncul dalam percaturan global kini, justru menunjukkan begitu “mesra”-nya sub-subperadaban dunia yang diproyeksikan akan mengalami benturan tersebut. Peradaban Islam maupun Konfusianisme, yang oleh Huntington dijadikan “sampling peradaban” untuk membenarkan tesisnya itu, justru secara substantif memperlihatkan fenomena sebaliknya. Style kedua peradaban itu, menjauh dari apa yang diprediksikan oleh Huntington. Antara peradaban Islam, Konfusianisme dan Barat serta peradaban lainnya, kini sedang ber-“bulan madu” di padang pasir dan di Great Wall. Bahkan, sudah menjadi political agreement di kalangan elit peradaban barat untuk menjadikan Islam sebagai the new counterpart.

Perdebatan tentang hal ini, adalah perdebatan tentang metodologi. Paling tidak, menyangkut persoalan kredibilitas refresentasif dari peradaban yang dijadikan sampling dari tesis Huntington, serta persoalan ukuran “kapabilitas klaim” dari sub-kelompok peradaban yang dijadikan objek tesisnya. Dan yang paling penting adalah persoalan determinant factor yang mempengaruhi style kebijakan dari sub-kelompok yang diklaim Huntington, mewakili “ordo” dari peradaban yang dijadikan samplingnya itu.

Pertama, persoalan kredibilitas refresentatif sampling. Pertanyaan “sederhana” yang dapat diajukan untuk menguji tesis Huntington adalah, apakah Islam dan Konfusianisme menguasai “rel” peradaban pada akhir abad 20? Bukankah sejak runtuhnya struktur internasional yang bipolar menjadi unipolar pada tahun 1990, hanya ada satu rel peradaban yang eksis. Dan itu, “Mbah”-nya adalah barat. Islam dan Konfusianisme, sebagai sebuah entitas peradaban memang ada. Tetapi, dalam perspektif the power behind the civilization, kedua entitas tersebut tidaklah berbeda eksistensinya dengan entitas peradaban lainnya: wujuduhu ka adamuhu.

Malah dalam beberapa hal, kedua entitas peradaban tersebut termodifikasi genre-nya oleh peradaban barat. Sehingga, bila “barat is barat”, maka “Islam atau Konfusianisme is not all Islam atau Konfusianisme”. Dalam posisi bargain yang demikian, apakah masih sahih untuk menempatkan keduanya dalam posisi untuk saling dibenturkan (clashed)? Dalam konteks inilah, membangun tesis yang memprediksikan akan terjadi benturan peradaban, sesungguhnya adalah lebih pada upaya pembangunan political engineering untuk melakukan justifikasi atas kebijakan pre-emtive strike-nya dunia barat. Dan itu terbukti.

Bila argumen tersebut, masih mengundang perdebatan soal apakah Islam/Konfusianime sudah dianggap punya kapabilitas atau tidak, dalam menempati “rel persaingan” peradaban --sehingga tesis bahwa sesungguhnya hanya peradaban barat yang dominatif, tidak benar--, maka pertanyaan metodologis kedua dapat diajukan.

Hingga kini, para pengamat internasional masih belum menemukan metode yang valid dan komprehensif, untuk menjawab tentang sub-kelompok manakah yang kapabel untuk diklaim bahwa mereka adalah pihak memiliki otoritas untuk menentukan arah dari peradaban yang melekat pada kelompoknya. Kalau yang disorot oleh Huntington adalah para elit kelompok yang berkuasa dalam sebuah peradaban, maka menarik untuk dipertanyakan “apakah policy untuk mengarahkan peradaban itu terletak dalam genggaman kekuasaan mereka, atau justru sebaliknya”. Bicara peradaban yang ideal, seringkali berbenturan dengan kepentingan politik. Lalu, elit politik manakah yang tidak care akan nasib kekuasaan yang ada dalam genggamannya? Mesir, Libya, Arab Saudi, Suriah, Iran, Indonesia, Malaysia ataukah Cina?

Kalau toh misalkan, ada elit politik yang “i don’t care about my popularity”, dan mati-matian dengan konsep peradaban yang idealnya, maka seberapa besarkah otoritas yang dimiliki para elit tersebut, untuk mengarahkan “arah” peradaban di tingkat grassroot. Di dalam negara Islam atau negara (penganut) Konfusianisme sekali pun, para elit politik mengalami keterbatasan kekuasaan bila sudah menyangkut ideologi (agama) warganya. Bahkan kini, dalam dunia dimana liberalisasi sudah menelusuk ke dalam ruang-ruang ideologis, apakah akan efektif, otoritas yang dimiliki oleh para elit tersebut? Dalam kaitn inilah, Huntington mengalami kegagalan untuk memahami falsafah kedua agama tersebut.

Ketiga, persoalan determinat factor yang mempengaruhi pembentukan style peradaban. Secara teoritis, wajah peradaban yang muncul, ditopang oleh postur dan style yang inheren dalam peradaban tersebut. Karena anatominya yang dinamis, maka wajah peradaban pun sangat dinamis pula. Kedinamisan ini terjadi seiring dengan determinant factor yang juga dinamis, tergantung pada orientasi apa yang mendasari “kebijakan luar negeri” peradabannya.

Wajah peradaban Islam atau Konfusianisme yang terbentuk di mata dunia saat ini, hakikatnya adalah akumulasi dari “kebijakan luar negeri” yang diambil oleh para elit kelompok yang ada dalam entitas peradaban tersebut. Karena kebijakan itu dimbil dari banyak pilihan, maka orientasi si elit mempengaruhi secara dominan. Oleh karena itu, sangat mungkin bila wajah peradaban Islam atau Konfusianisme yang kini muncul, bukanlah sebuah wajah peradaban yang ideal atau dikehendaki oleh semua yang yang ada di dalamnya. Apalagi, sudah menjadi pemahaman yang umum bahwa dalam suatu entitas peradaban, terdapat banyak mazhab atau sekte yang menjadi bagian dari kekuatan politik internalnya.

Sebagai sebuah entitas, peradaban Islam atau Konfusianisme tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungannya (foreign determinant). Dan lingkungan yang dimaksud, tiada lain adalah peradaban barat. Meski tidak semua, hampir sebagian besar warga dunia yang bukan berasal dari peradaban barat, menganggap “sesuatu” yang berasal dari barat adalah modern. Dalam ukuran dikotomik materil-sipirituil, peradaban barat relatif lebih dominan menawarkan kesejahteraan materil ---sesuatu yang “sangat gersang” bagi peradaban non barat. Thomas Hobbes meyakinkan para ilmuan sosial bahwa setiap orang secara alamiah cenderung mencari kesejahteraan materil yang dominan daripada kesejahteraan spirituil.

Karenanya, tidak heran bila kini telah terjadi “transmigrasi idiologis” dari sebagian anggota kelompok peradaban non barat ke peradaban barat. Secara substanstif, fenomena perpindahan idiologis, tersebut merupakan perpindahan peradaban. Karena meski secara fisik, jasadnya ada di kelompok peradaban non barat, sesungguhnya jiwanya telah ada di “desa” peradaban barat. Fenomena inilah yang disebut sebagai infiltrasi peradaban.

Oleh karena itu, tesis Huntington tentang prediksi akan terjadinya benturan peradaban, tidak akan pernah terjadi. Yang terjadi justru, akan lahir peradaban baru akibat proses “transmigrasi idiologis” yang terus-menerus, sebagai konsekuensi dari adanya kebijakn open house dari peradaban barat. Ke depan, mungkin kita akan menyaksikan peradaban pasca barat (post western civilization) atau peradaban timur-barat (east-western civilization). Wallahu ‘alam.

Bangi, 5 Juli 2005

Ttd.

Robi Nurhadi
------------------------------------------------
Komplek Hentian Kajang 3 / 6-2B Kajang, Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia
HP +60173605816 Pasport No. AH 353511
No. Rek. 1218-0099536-52-1 Bank Bumiputra Commerce (BBC) Branch UKM Bangi
Jl. I Gusti Ngurah Rai 62 Jakarta Timur 13470
Telp. 021-92711085 HP 081317563401
No. Rek 125-00-04325151-5 Bank Mandiri KCP Jakarta Kawasan Industri Pulogadung

Bangun Peradaban di Perdesaan

Selasa, 04 Agustus 2009 , 15:47:00
PIKIRAN RAKYAT

SEBANYAK 55 persen atau sekitar 23,1 juta jiwa dari total penduduk Jawa Barat rata-rata tinggal di perdesaan. Oleh karena itu, baik kabupaten dan kota maupun provinsi dan pusat harus fokus untuk melaksanakan pembangunan-pembangunan di perdesaan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan pembangunan perdesaan, sebagai salah satu prioritas pembangunan daerah. Demikian diungkapkan Wakil Gurbernur Jawa Barat Dede Yusuf seusai melakukan peresmian Rumah Pintar Kadeudeuh bersama Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono di Kota Sukabumi, Rabu (29/7). "Dari 10 juta penduduk miskin di Jawa Barat, tercatat 60 persen berada di perdesaan. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya akses terhadap desa-desa termasuk informasi-informasi pendidikan dan peningkatan sumber daya manusianya masih perlu ditingkatkan," katanya. Pembangunan di perdesaan juga menjadi salah satu prioritas, konsepsi itu diistilahkan desa peradaban di mana desa ditempatkan sebagai pusat kegiatan masyarakat. "Sebagai pusat kegiatan masyarakat, desa harus memiliki sejumlah fasilitas penunjang. Di antaranya tempat untuk berkumpul, untuk bermusyawarah, tempat beribadah atau masjid, tempat untuk menjalankan aktivitas perekonomian atau pasar, tempat untuk menjalankan pusat pembelajaran atau sekolah dan perpustakaan, serta fasilitas pendukung lainnya. (PK-2)**

DESA DAN KELURAHAN MERUPAKAN UJUNG TOMBAK PEMBANGUNAN

Rabu, 29 Juli 2009
Reporter : ENDANG SUMARDI

Desa dan kelurahan, sejatinya merupakan ujung tombak, sekaligus kunci keberhasilan pembangunan dalam berbagai bidang. Sebab berhasil tidaknya proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini, parameternya ada di desa dan kelurahan.

Demikian disampaikan Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf, saat memberi sambutan pada acara peresmian Kelurahan Cisarua Kecamatan Cikole Kota Sukabumi, sebagai Kelurahan Sejahtera Binaan Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), serta peresmian Rumah Pintar Kadeudeuh RW 6 Kelurahan Cisarua, hari Rabu, 29 Juli 2009, di wilayah RT 1 RW 6 Cijangkar Kelurahan Cisarua.

Ditandaskannya, keberhasilan pembangunan nasional, merupakan akumulasi dari keberhasilan pembangunan-pembangunan yang dilaksanakan di desa dan kelurahan di seluruh Indonesia. Untuk itu, sejalan dengan fungsinya yang sangat strategis, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan pembangunan pedesaan, sebagai salah satu prioritas pembangunan daerah. Langkah tersebut ditempuh, mengingat mayoritas penduduk Jawa Barat tinggal di pedesaan. Yakni hampir mencapai 55 persen atau sekitar 23,1 juta jiwa dari total penduduk Jawa Barat 42 juta jiwa, rata-rata tinggal di pedesaan. Berkaitan dengan hal tersebut, sangat tepat apabila pembangunan, baik Kabupaten dan Kota maupun Provinsi dan Pemerintah Pusat, fokus untuk melaksanakan pembangunan-pembangunan di pedesaan.

Selain itu, dari 10 juta jiwa penduduk miskin di Jawa Barat, tercatat 60 persen berada di pedesaan. Hal tersebut disebabkan, karena masih kurangnya akses kepada desa-desa, termasuk informasi-informasi pendidikan dan peningkatan sumber daya manusianya, masih perlu ditingkatkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pembangunan Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Kreatif, Indonesia Peduli dan berbagai program SIKIB ini sangat diperlukan. Untuk itu, Wakil Gubernur Jawa Barat berharap kepada SIKIB, agar pembangunan Rumah Pintar tersebut, tidak hanya dilakukan di Kota Sukabumi saja, akan tetapi dilaksanakan pula di daerah Jawa Barat lainnya.

Upaya konkrit yang saat ini dilakukan dan dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengatasi permasalahan tersebut, yakni dengan menjadikan desa sebagai pusat kegiatan bagi masyarakat pedesaan. Karenanya, sebagai pusat kegiatan masyarakat, desa harus memiliki sejumlah fasilitas penunjang. Diantaranya tempat untuk berkumpul, untuk bermusyawarah, tempat ber-ibadah atau mesjid, tempat untuk menjalankan aktifitas perekonomian atau pasar, tempat untuk menjalankan pusat pembelajaran atau sekolah dan perpustakaan, serta fasilitas pendukung lainnya. Konsepsi ini diistilahkan dengan nama desa peradaban, dengan tujuan setiap desa di Jawa Barat, suatu saat akan mampu menjadi pusat-pusat peradaban bagi masyarakat.

Berkaitan dengan prosesi peresmian Desa atau Kelurahan Sejahtera dan Rumah Pintar Kadeudeuh Binaan SIKIB, diharapkannya merupakan salah satu bagian dari langkah bersama, dalam membangun desa yang lebih berkualitas. Selain itu, program ini dapat menjadi kombinasi yang mantap, melalui program desa membangun dengan konsepsi desa peradaban, yang akan diterapkan di daerah Jawa Barat.

situs resmi kota sukabumi
http://www.sukabumikota.go.id

Program Pemuda Mandiri Dorong Pembangunan Desa

05-05-2009
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan Program Pemuda Mandiri Pencipta Lapangan Kerja Perdesaan pada sektor informal merupakan salah satu langkah strategis guna mewujudkan 1 juta lapangan kerja di Jawa Barat. Hal ini merupakan langkah lanjutan, dimana pada bulan lalu di Kabupaten Subang juga sudah diluncurkan Program Pelatihan Perdana Pola Three In One yang diarahkan untuk para pencari kerja di sektor formal.

Hal dinyatakan Heryawan saat meresmikan Implementasi Program Pemuda Mandiri Pencipta Lapangan Kerja Perdesaan Sektor Informal, dalam rangka Ikhtiar 1 Juta Lapangan Pekerjaan Menuju Terwujudnya Desa Peradaban di Jawa Barat di Ponpes Al-Muthmainah, Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut, Selasa (5/5).

Lebih lanjut Heryawan menyatakan keterbatasan kompetensi angkatan kerja, masih menjadi kendala utama penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat. Oleh karenanya, guna melahirkan tenaga-tenaga kerja yang handal, siap kerja dan kompeten. Untuk itu harus ada keberpihakan, khususnya fungsi pendidikan dan pelatihan ketenagakerjaan, untuk memprioritaskan sektor pendidikan kejuruan serta pelatihan khusus yang bersertifikat.

Berkaitan dengan itu, ke depan lanjut Heryawan ada beberapa langkah strategis guna melakukan pengembangan ketenagakerjaan perdesaan sektor informal di Jawa Barat, antara lain; memetakan potensi-potensi desa, penguatan organisasi perangkat desa sebagai penggerak pembangunan dan penjabaran kebijakan pembangunan di lingkup pedesaan.

Seharusnya penempatan tenaga kerja di Jawa Barat, diisi oleh angkatan kerja dari Jawa Barat. Karenanya, pembinaan dan pelatihan keterampilan serta keahlian disesuaikan dengan kebutuhan para penyedia lapangan kerja. Dengan upaya ini, diharapkan tercipta tenaga kerja Jawa Barat yang handal dan profesional serta mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar Jawa Barat.

Menurut Heryawan Program pemuda mandiri pencipta lapangan kerja perdesaan, diharapkan menjadi mendorong optimalisasi pemanfaatan potensi melalui sistem dan mekanisme terpadu antar pelaku ekonomi di perdesaan. Langkah ini pun diharapkan membangun kesepahaman masyarakat, bahwa maju mundurnya desa, tergantung dari dinamika serta sinergitas program di antara stakeholders terkait.

“Sehingga diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, Jawa Barat memiliki model desa unggulan, desa berkualifikasi mandiri, serta desa peradaban yang mampu mengakselerasi kemajuan bagi segenap masyarakat di desa bersangkutan,” tegas Heryawan. Menurutnya ke depan, keberhasilan desa-desa ini dapat direplikasi dan dikembangkan diseluruh wilayah Jawa Barat. Insya Allah, melalui pendekatan ini secara bertahap masyarakat Jawa Barat meraih kesejahteraan.

http://www.jabar.go.id/public/0/berita_detail.htm?id=104515
(download pdf)

Gubernur Janjikan Rp1 M untuk Setiap Desa Peradaban

Indramayu, Pelita (13 Desember 2009)
Pemprov Jabar akan mencanangkan pembangunan 100 desa peradaban pada tahun 2010.Desa Peradaban adalah desa yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial yang sangat memadai seperti sarana olah raga, kesehatan, pendidikan, ibadah, hiburan dan perbelanjaan.
Dibangunnya desa peradaban diharapkan agar masyarakatnya akan betah tinggal di desanya sehingga dapat lebih fokus dalam membangun desanya. Rencananya Pemprov akan menganggarkan dana sebesar Rp1 miliar untuk tiap desa peradaban. Demikian ditegaskan Gubernur Jabar, H Ahmad Heryawan saat memberikan kata sambutan pada pembukaan pameran bursa kerja (job fair) di alun-alun Indramayu, Rabu (5/8) kemarin.
Sebagai salah satu kabupaten di Jabar, Indramayu pasti mendapat jatah untuk membangun desa peradaban dimaksud. Diharapkan nantinya akan menjadi contoh bagi pembangunan desa yang ideal sehingga akan merangsang pembangunan desa-desa lainnya, kata Gubernur.
Tidak imbang
Terkait masalah dunia ketenagakerjaan, menurut Gubernur, saat ini komposisinya sangat tidak imbang antara jumlah pencari kerja dan jumlah lowongan kerja sehingga angka pengangguran masih tetap tinggi. Gubernur mengharapkan ada hubungan link and match yang signifikan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Jangan sampai pendidikan mengarah ke utara sementara dunia kerja sebaliknya.
Sistem pendidikan kita hingga saat ini masih belum mampu menciptakan tenaga-tenaga terampil yang siap kerja. Komposisi antara SMA dan SMK perbandingannya masih 70:30. Ke depan harus diubah menjadi sebaliknya yaitu 30 SMA dan 70 SMK sehingga siswa-siswa lulusan SMK dapat langsung mengikuti dunia kerja. Khusus bagi warga Jabar, hendaknya pendekatannya harus berwawasan kemandirian dan agribisnis dengan menyertakan kurikulum kewirausahaan, kata Gubernur.
Sementara itu menurut panitia penanggungjawab daerah Drs Iwan Hermawan, MPd menjelaskan, tujuan digelarnya pameran bursa kerja adalah untuk menyosialisasikan dan mengonsolidasikan kesempatan kerja yang tersedia di berbagai perusahaan agar terinformasikan dengan baik kepada masyarakat khususnya para pencari kerja.
Even ini dapat menjadi sarana mempertemukan secara langsung antara pengguna kerja dengan pencari kerja pada suatu tempat dan waktu tertentu. Pada kesempatan yang sama sekaligus dilakukan launching pemuda pelopor pencari lapangan kerja mandiri serta pelepasan tenaga kerja angkatan kerja lokal (AKL), angkatan kerja antardaerah (AKAD) dan angkatan kerja antarnegara (AKAN).
Mempersingkat perekrutan
Kami mengharapkan dalam pameran bursa kerja ini akan dapat mempersingkat waktu perekrutan sehingga membawa efisiensi bagi perusahaan maupun pencari kerja. Selain itu juga dapat membina hubungan baik dengan pihak industri/perusahaan sehingga terjalin kerja sama yang saling menguntungkan. Bila tujuannya tercapai, nantinya akan dapat mengurangi jumlah penganggur, tutur Iwan.
Lebih lanjut Iwan menjelaskan, persyaratan yang ditentukan untuk mengikuti bursa kerja ini adalah perusahaan dengan berbagai sektor lapangan usaha yang berdomisili di wilayah Jawa Barat. Perusahaan calon peserta bursa kerja harus mengisi form profile perusahaan dan mengembalikan secepatnya kepada panitia paling lambat lima hari sebelum pelaksanaan bursa kerja.
Perusahaan calon peserta bursa kerja menunjuk dua orang perwakilan sebagai stand guide (penjaga stand). Perusahaan peserta tidak boleh menjual produk/jasa di tempat pelaksanaan bursa kerja. Bagi perusahaan yang mau mempromosikan produknya melalui spanduk atau baligo, diminta untuk menginformasikan terlebih dahulu kepada panitia mengenai jumlah dan ukurannya.
Kami merasa senang dan bangga bahwa kegiatan yang selama ini kita idam-idamkan dapat dilaksanakan di Indramayu. Ada 30 perusahaan telah berpartisipasi dalam pameran bursa kerja kali ini. Selain dari wilayah tiga Cirebon ada juga dari Subang, Bandung, Cimahi dan Sukabumi. Semoga pameran bursa kerja ini bermanfaat bagi para pencari kerja khususnya warga Kabupaten Indramayu, tutur Iwan. (ck-106)

Pemprov Jabar dan Program Desa Peradaban

Bandung, Pelita-Pemprov Jabar akan menggulirkan program Desa Peradaban pada tahun 2010. Rencananya, akan dibangun sekitar 100 desa peradaban yang akan dijadikan contoh ideal sebuah desa maju di Jabar. Hal itu ditegaskan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat membuka pameran buku dan multimedia Kompas Gramedia, di Sabuga, Bandung, Rabu (29/4).
Ahmad Heryawan juga mengakui saat masih ada sekitar 4,68 persen dari 42 juta penduduk Jabar yang belum melek huruf. Karena itu, Pemprov Jabar bertekad menekan angka persentase itu dengan meningkatkan taraf hidup melalui pendidikan.
Ia menerangkan, ada tujuh syarat untuk membangun sebuah desa peradaban, yakni komunitas yang cukup, sarana ibadah, pendidikan, pasar, ruang terbuka, puskesmas dan balai pertemuan. Ini syarat ideal yang nanti akan dikembangkan. Untuk itu akan dibangun percontohan desa peradaban, ujar Heryawan.
Terkait kondisi masyarakat buta huruf, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar disebutkan Kabupaten Indramayu tingkat buta huruf mencapai 22,7 persen, Karawang 12,2 persen, Subang 11,9 persen dan Kabupaten Cirebon 11,5 persen. Beberapa wilayah yang tingkat buta hurufnya kurang dari 1 persen adalah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya dan Kota Bogor. (ck-07/ck-03)

Harian Umum Pelita 13 Desember 2009

Jabar Bangun 100 Desa Peradaban

Kamis, 30 April 2009 | 14:34 WIB

Bandung, Warta Kota

Guna mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan yang ideal, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggulirkan program "Desa Peradaban". Program yang digulirkan tahun 2010 mendatang itu akan melibatkan 100 desa di 26 kabupaten/kota.

"Seratus Desa Peradaban itu akan menjadi percontohan ideal sebuah desa maju di wilayah Jabar," kata Gubernur Jawa Barat, H Ahmad Heryawan, di Bandung, Kamis.

Untuk mendorong kemajuan peradaban, ada sejumlah faktor utama yang harus ada di sebuah komunitas, yakni tersedianya sarana pendidikan dan lingkungan yang didukung sarana kesehatan dan berjalannya aktivitas perekonomian.

"Melalui program Desa Peradaban, diharapkan dapat mendorong tingkat kesejahteraan penduduk. Desa itu diharapkan menjadi model dan bisa ikuti desa lainnya," kata Heryawan.

Ada tujuh syarat untuk membangun sebuah Desa Peradaban. Yakni komunitas yang cukup, tersedianya sarana ibadah, sarana pendidikan, pasar rakyat, ruang terbuka, Puskesmas dan balai pertemuan. Ini dikembangkan di desa percontohan yang menjadi ’pilot project’ pengembangan desa-desa lainnya.

"Untuk membangun peradaban yang maju, tidak ada kata lain dengan meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, karena segala permasalahan di masyarakat sebagian akibat minimnya tingkat pendidikan," kata Heryawan. (Ant/tig)

DESA CISAMPIH CALON DESA PERADABAN

Desa Cisampih, Kacamatan Dawuan teh ngarupakeun salah sahiji desa calon Desa Peradaban di Kabupaten Subang. Desa-desa sejenna nu dicalonkeun sabage desa peradaban di Kabupaten Subang nyaeta : Desa Cicadas, Bongas, Gunungsari, jeung Desa Rancamanggung.
Tumali jeung hal kasebut, desa-desa tadi, kiwari keur dibina ku Badan Pemberdayaan Masarakat dan KB (BPM-KB) Kabupaten Subang. Kitu dibejakeun Kasubbag TU-UPT Dinas Kominfo wilayah Subang, Jajang Harli, S.Sos ka Radio Benpas, ngaliwatan SMS-na.
Beja sejenna ti Kang Harli nu oge sabage wartawan Radio Benpas, ngeunaan persiapan nanghareupan pelaksanaan jumbara PMI. Camat Dawuan, Tatang Supriatna nu dibarengan Sekmat, Dasim Santoso sarta Kepala Desa Cisampih, Abun S. kiwari keur ngayakeun survey atawa paniten pikeun ngatur panempatan sagala pangabutuh jumbara. Ceuk beja, jumbara PMI kasebut baris dilaksanakeun dina tanggal 20 nepi ka 22 Nopember 2009 di lapangan olah raga Cinangling, Desa Cisampih.
Saeutikna sarebu urang baris jadi pamilon eta kagiatan. Hal-hal nu disiapkeun tumali jeung kagiatan kasebut di antarna ngatur panempatan tenda, tenpat parkir, MCK jeung tempat atawa lokasi kagiatan bakti jumbara.Kitu ceuk beja ti Kang Harli, S.Sos keur Radio Benpas.

( jajangharyas@yahoo.co.id – jajangharlisos-ksbtu-uptdiskominfo-sbg, 6 Nopember 2009)
(download pdf)

MENUJU DESA PERADABAN

Thursday, 14 May 2009 12:34
Langkah cepat terus dilakukan Pemprov Jabar dalam memperluas lapangan kerja, seperti pelaksanaan program Pemuda Mandiri Pencipta La pangan Kerja (PMPLK). Salah satunya di Kampung Ciloa, Desa Margalaksana, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut. Di kampung itu, belum lama ini digelar pelatihan menjahit bagi para perempuan, pelatihan tukang konstruksi bagi para pemuda dan lainnya. Tujuannya, selain masyarakat pedesaan menjadi trampil juga mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meninjau Kampung Ciloa pada Selasa (5/5). Selain beramah-tamah dengan warga, Gubernur juga meninjau Ponpes Al Muthmainah. Di Ponpes ini Gubernur menyempatkan diri meninjau dan mencoba praktek menembok bangunan, bagian dari hasil karya para peserta latihan “Pembekalan dan Uji Terampil Tenaga Kerja Tukang Kontruksi Menuju Penciptaan Satu Juta Lapangan Kerja.” Pelatihan-pelatihan itu merupakan salah satu pelaksanaan program PMP LK dengan fokus perdesaan sektor informal. Juga dalam ikhtiar pencapaian satu juta lapangan peker jaan menuju desa peradaban, di samping ikhtiar-ikhtiar lainnya. (*)

Sumber: Harian Tribun Jabar, Kamis 14 Mei 2009
(download pdf)

ALOKASI DESA PERADABAN Rp 100 M

Wednesday, 01 July 2009 15:22
Bandung(SI) – Pemprov Jabar mencanangkan program Desa Peradaban pada 2010 yang dimaksudkan untuk memajukan desa-desa tertinggal di Jabar, khususnya di daerah perbatasan provinsi. Rencananya pada tahun pertama program tersebut digulirkan sebanyak 100 desa akan menjadi percontohan. Dalam program itu, satu kampung atau desa akan mendapatkan dana pembangunan sebesar Rp 1 miliar, sehingga total dana yang digelontorkan Pemprov Jabar mencapai Rp100 miliar. “Ada seleksi khususnya, tapi pembangunan desa ini adalah untuk memajukan masyarakat desa melalui pembangunan fisik dan mentalnya.
Seperti kita tahu, di Jabar masih banyak desa tertinggal, khususnya di daerah perbatasan antara Jabar-Jateng, Jabar-DKI Jakarta, dan Jabar-Banten,” kata Heryawan seusai memberikan pembekalan kepada mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Padjadjaran (Unpad) di GOR C-Tra, Jalan Cikutra, Kota Bandung, kemarin. Menurut dia, ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah desa atau kampung bisa dikategorikan ideal, yakni komunitas yang cukup, tersedianya sarana ibadah, sarana pendidikan, pasar rakyat, ruang terbuka, puskesmas dan balai pertemuan.“ Orang desa itu jika perlu sesuatu, pasti ke kota. Nahini jangan kejadian lagi. Jika semua ada di desa,orang desa akan semakin cinta desanya.Untuk itulah kami memprogramkan ini,” papar Heryawan. Dana yang diberikan, kata dia, merupakan dana stimulus untuk pembangunan kampung peradaban atau desa tertinggal.
Ke-100 desa yang akan dibangun tahun depan, yakni desa tertinggal yang berada di perbatasan terutama dengan Provinsi Jateng. “Banyak yang tidak teperhatikan oleh provinsi, misalnya desa di perbatasan Jabar- Jateng. Oleh Jabar kurang diperhatikan, oleh Jateng pun tidak. Begitupun di perbatasan yang lain. Nah, desa-desa seperti itulah yang akan kami bangun, tapi dengan syarat tertentu,” bebernya. Dia berharap program ini bisa meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi provinsi, khususnya perekonomian masyarakat desa, juga menekan angka laju urbanisasi. “Hal ini dapat memberdayakan umat yang selama ini belum diberikan kesempatan untuk berdaya.
Saya harap semua pihak dapat memanfaatkan program ini, jangan nantinya malah membuat reaksi berlebihan,”katanya. Selain itu, pemprov akan menggandeng sejumlah perguruan tinggi di Jabar untuk membahas program ini. Menurut Heryawan, perguruan tinggi akan dimintai analisisnya agar program ini berjalan sesuai fungsinya. “Kami akan bicara dengan berbagai perguruan tinggi, seperti Unpad, UPI, ITB dan lainnya. Kami juga sedang bersama-sama dengan pemerintah pusat yang juga mengadakan program pembangunan desa,” tutur Heryawan.
Sementara itu, Rektor Unpad Ganjar Kurnia menegaskan dukungannya terhadap program pembangunan desa tersebut. Hal itu diimplementasikan pada kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa Unpad yang dilaksanakan selama satu bulan tersebut. Para mahasiswa tersebut akan disebarkan di 116 desa di 22 kecamatan di 7 kabupaten. “Saya kira pada hakikatnya, semua perguruan tinggi akan mendukung program pemerintah yang bervisi untuk memajukan masyarakatnya. Dari KKN juga nantinya diharapkan akan menghasilkan peradaban desa,” ucapnya. (krisiandi sacawisastra)

Sumber: Harian Seputar Indonesia, Rabu 01 Juni 2009
(download pdf)